Dalam pernyataan resmi, Prancis slot gacor hari ini menyebut bahwa operasi militer Israel di Gaza, yang kini dikabarkan menyasar wilayah Rafah sebagai titik strategis terakhir, adalah tindakan yang “tidak dapat diterima dan berisiko menimbulkan bencana kemanusiaan berskala besar.” Kecaman ini juga mencerminkan kekhawatiran bahwa langkah Israel berpotensi mengarah pada pendudukan permanen di wilayah yang semestinya menjadi bagian dari negara Palestina.
Penolakan Terhadap Pendudukan Gaza
Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan bahwa “Prancis tidak akan pernah mendukung pendudukan permanen terhadap Gaza.” Mereka menegaskan bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi adalah melalui solusi dua negara yang adil, yang menghormati hak Israel untuk hidup aman, tetapi juga mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
“Rencana militer Israel, jika dilanjutkan tanpa batasan, hanya akan memperparah penderitaan rakyat sipil Palestina dan memperpanjang instabilitas di kawasan,” ujar juru bicara Kemenlu Prancis.
Prancis juga menyerukan kepada komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa, untuk bersama-sama menekan Israel agar menghentikan rencana militer yang berlebihan dan mulai memprioritaskan diplomasi serta bantuan kemanusiaan.
Konteks Eskalasi Terbaru
Ketegangan di Jalur Gaza kembali memuncak setelah Israel mengumumkan kemungkinan operasi darat besar-besaran di Rafah — kota di perbatasan Gaza selatan yang saat ini menampung lebih dari 1,4 juta warga Palestina, mayoritas dari mereka adalah pengungsi akibat pertempuran sebelumnya.
Israel beralasan bahwa Rafah masih menjadi markas tersisa kelompok Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan beberapa negara Barat. Namun, banyak pihak internasional, termasuk PBB, memperingatkan bahwa serangan ke Rafah dapat menjadi “bencana kemanusiaan” karena tingginya jumlah warga sipil yang tidak memiliki tempat untuk mengungsi.
Tanggapan Global Menguat
Selain Prancis, sejumlah negara lain di Eropa seperti Spanyol, Belgia, dan Irlandia juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menuntut Israel menghormati hukum internasional dan tidak menggunakan dalih keamanan untuk melakukan aksi militer tanpa batas.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, juga mulai menyuarakan ketidaknyamanan terhadap rencana Israel di Rafah. Presiden AS bahkan telah memperingatkan bahwa invasi penuh ke Rafah akan memengaruhi hubungan bilateral, khususnya dalam bentuk dukungan militer dan politik.
Dimensi Kemanusiaan
Organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah Internasional dan Doctors Without Borders (MSF) telah memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Gaza telah runtuh. Rumah sakit kehabisan obat-obatan, alat medis, bahkan tempat tidur. Jika serangan ke Rafah benar-benar terjadi, mereka memperkirakan korban sipil akan meningkat drastis.
Prancis juga menyuarakan desakan untuk pembukaan koridor kemanusiaan permanen yang memungkinkan pengiriman bantuan makanan, air bersih, dan perlengkapan medis tanpa hambatan. Dalam hal ini, Prancis telah mengusulkan kerja sama antara negara-negara Eropa dan negara Timur Tengah untuk memastikan jalur bantuan tetap terbuka.
Solusi Jangka Panjang: Dua Negara
Dalam pidato di Majelis Nasional, Presiden Prancis menegaskan kembali dukungan terhadap solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini.
“Tidak ada perdamaian tanpa keadilan. Dan keadilan hanya mungkin terwujud jika rakyat Palestina memiliki harapan nyata akan masa depan mereka sendiri,” ujar Presiden Prancis.
Kesimpulan
Kecaman Prancis terhadap rencana Israel untuk menaklukkan Gaza merupakan bagian dari gelombang tekanan internasional yang semakin menguat. Dunia kini menantikan langkah nyata dari para pemimpin global untuk menekan kedua belah pihak kembali ke meja perundingan, sekaligus menghindari bencana kemanusiaan yang lebih besar.
Gaza saat ini tidak hanya menjadi medan konflik, tetapi juga simbol dari pertarungan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan internasional. Jika dunia gagal bertindak, maka bukan hanya rakyat Palestina yang kehilangan harapan, tetapi kredibilitas komunitas internasional itu sendiri yang akan hancur.